https://journal.ubaya.ac.id/index.php/JDH/issue/feedDinamika Hak Asasi Manusia2024-11-20T17:07:47+00:00Dr. Sonya Claudia Siwu, S.H., M.H., LL.M.ejournaldinamikaham@unit.ubaya.ac.idOpen Journal SystemsDinamika Hak Asasi Manusiahttps://journal.ubaya.ac.id/index.php/JDH/article/view/2877EXAMINING THE DRAFT CIPTA KERJA BILL IN THE PERSPECTIVE OF HUMAN RIGHTS TO ACHIEVE RESPONSIVE, ASPIRATIONAL AND PROGRESSIVE NATIONAL LAW DEVELOPMENT2024-11-20T17:07:47+00:00Rama Halim Nur Azmihalimrama16@gmail.com<p><strong><em>Abstract:</em></strong>President Joko Widodo in 2018 revealed the government's target of making a law by means of the <em>omnibus law</em> to overcome the existence of regulatory obesity and overlapping regulations in Indonesia. One of the sectors the government has targeted for the enactment of the <em>omnibus law</em> is the employment sector. The drafting of the <em>omnibus law bill</em> on labor began in 2019 with the target completed within 100 days. At that time the draft law was called the Draft Cipta Lapangan Kerja Bill. However, in <em>the draft</em> last in February 2020 the draft law was named the Draft Cipta Kerja Bill. According to the Chairperson of the People's Legislative Assembly, Puan Maharani, in the DraftCipta Kerja Bill, which was made in an <em>omnibus law</em>, consisted of 79 laws. In the Draft Cipta Kerja Billnotonly includes the employment sector but also other sectors such as the environment. However, the Cipta Kerja Bill has so far drawn rejection from the public, laborers, activists, academics, and practitioners because it is considered in the drafting of the Cipta Kerja Bill that it has problems both formally and materially, even according to some experts the Cipta Kerja Bill has the potential to violate human rights if authorized. In this paper, we will discuss the existence of the <em>omnibus law</em> as one of the mechanisms for the formation of laws and regulations and how the problems in the Draft Cipta Kerja Bill. The method used in this research is a normative juridical method with the statutory and comparative approach. The results of this study are an analysis of the existence of the <em>omnibus law</em> as one of the mechanisms for the formation of legislation and the existence of a picture and a critical attitude towards the issue of the Cipta Kerja Bill. So that through this paper, it can be seen whether the drafting of the Cipta Kerja Bill is intended for the interests of the people or only for the sake of investment which will certainly sacrifice human rights and harm national interests.</p> <p> </p> <p><strong><em>Keywords</em></strong><strong>:</strong><em> omnibus law, Draft CiptaKerja Bill, employment, human rights</em><em>.</em></p> <p><em> </em></p> <p><strong><em>Abstrak:</em></strong>Presiden Joko Widodo pada tahun 2018 mengungkapkan target pemerintah yakni membuat suatu undang-undang dengan cara <em>omnibus law </em>untuk mengatasi adanya obesitas regulasi dan tumpang tindihnya regulasi di Indonesia. Salah satu sektor yang menjadi target pemerintah untuk dibuatkan undang-undang <em>omnibus law </em>adalah sektor ketenagakerjaan. Penyusunan rancangan undang-undang <em>omnibus law </em>tentang ketenagakerjaan dimulai sejak tahun 2019 dengan target selesai dalam waktu 100 hari. Saat itu rancangan undang-undang tersebut dinamakan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Namun, dalam <em>draft </em>terakhir pada Februari 2020 rancangan undang-undang tersebut bernama Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja). Menurut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani dalam RUU Cipta Kerja yang dibuat secara <em>omnibus law </em>tersebut terdiri dari 79 undang-undang. Dalam RUU Cipta Kerja tersebut tidak hanya memuat tentang sektor ketenagakerjaan saja tetapi juga sektor-sektor lainnya seperti lingkungan hidup. Tetapi, RUU Cipta Kerja tersebut hingga saat ini menuai penolakan baik dari masyarakat, buruh, aktivis, akademisi, dan praktisi karena dinilai dalam penyusunan RUU Cipta Kerja tersebut memiliki masalah baik secara formil maupun materiil bahkan menurut sebagian ahli RUU Cipta Kerja berpotensi melanggar hak asasi manusia apabila disahkan. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai bagaimana keberadaan <em>omnibus law </em>sebagai salah satu mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan dan bagaimana permasalahan dalam RUU Cipta Kerja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Adapun hasil dari penelitian ini adalah adanya analisis terhadap keberadaan <em>omnibus law </em>sebagai salah satu mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan dan adanya suatu gambaran dan sikap kritis terhadap permasalahan RUU Cipta Kerja. Sehingga melalui tulisan ini dapat terlihat apakah penyusunan RUU Cipta Kerja memang diperuntukkan kepentingan rakyat atau hanya demi kepentingan investasi semata yang tentunya akan mengorbankan hak asasi manusia dan merugikan kepentingan nasional.</p> <p> </p> <p><strong><em>Kata Kunci</em></strong><strong>:</strong><em>omnibus law, RUU Cipta Kerja, ketenagakerjaan, hak asasi manusia.</em></p> <p> </p>2021-01-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2021 Jurnal Dinamika HAM (Journal of Human Rights)https://journal.ubaya.ac.id/index.php/JDH/article/view/2898ECOCIDE CRIMES & OMNIBUS LAW: REVIEW OF INTERNATIONAL LAW AND ITS IMPLICATIONS ON INDONESIA LAW2024-11-20T17:07:08+00:00Satria Unggul Wicaksana Prakasasatria@fh.um-surabaya.ac.id<p><strong>Abstract: </strong>Omnibus Law<em> </em>which seeks to simplify 79 laws and 1288 articles. The Omnibus Law, a number of articles has the potential to remove the protection of rights, obsess over the human rights of citizens, particularly in relation to civil and political, economic, social and cultural rights, and with regard to law enforcement for environmental destroyers who are weak. The research used socio-legal research methods. The results of the study are the limitations in prosecuting perpetrators of ecoside crimes only in war crimes, making it difficult to hold responsibility for crimes committed, both against individuals and multinational/transnational corporations. Omnibus Law<em> </em>has enormous potential to perpetuate the practice of ecocide crime systematically both in the political, legal, and socio-economic, cultural aspects. Thus, there is no reason to strengthen that the Omnibus Law is in fact favoring environmental destruction, and perpetuating the practice of impunity for perpetrators of environmental damage crimes.</p> <p> </p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><em>Ecoside Crimes, Law Enforcement, Omnibus Law</em></p> <p> </p> <p><strong>Abstrak:</strong> RUU <em>Omnibus Law </em>Cipta Kerja yang berupaya menyederhanakan 79 UU dan 1.288 Pasal. RUU <em>Omnibus Law </em>Cipta Kerja, sejumlah pasal berpotensi menghapus perlindungan hak, merepsesi HAM warga negara, khususnya terkait dengan hak-hak sipil dan politik dan ekonomi, sosial dan budaya. Serta berkenaan dengan penegakkan hukum bagi perusak lingkungan yang lemah. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode penelitian sosio-legal. Hasil penelitian adalah Keterbatasan dalam penuntutan pelaku kejahatan ekosida hanya pada kejahatan perang membuat sulitnya meminta pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan, baik terhadap individu maupun korporasi multinasional/transnasional. RUU <em>Omnibus Law</em> Cipta Kerja menjadi potensi yang sangat besar untuk melanggengkan praktik kejahatan ekosida yang secara sistematis baik dalam aspek politik hukum, maupun sosial ekonomi, kebudayaan. Sehingga, tidak ada alasan yang menguatkan bahwa RUU <em>Omnibus Law</em> Cipta Kerja ini justru memihak pada pengrusakan lingkungan, serta melanggengkan praktik impunitas bagi pelaku kejahatan kerusakan lingkungan.</p> <p><strong><em>Kata kunci:</em></strong><em> Kejahatan Ekosida, Penegakkan Hukum, RUU Omnibus Law</em></p>2021-01-29T03:10:49+00:00Copyright (c) 2021 Jurnal Dinamika HAM (Journal of Human Rights)https://journal.ubaya.ac.id/index.php/JDH/article/view/3963TAKING OMNIBUS LAW SERIOUSLY2024-11-20T17:07:31+00:00Diah Imaningrum Susantiella@widyakarya.ac.id<p><strong><em>Abstract:</em></strong>This article tries to understand the Omnibus Law on Job Creation and its relation to the Sustainable Development Goals/ SDGs as an aspect of the protection of human rights as the responsibility of the state. The research approach is a normative legal research using a hermeneutical circle analysis. The main object (material object) is the norms in UUCK and related statutes which have been amended, added, or substituted by the Law on Job Creation. The norms studied are stated in the articles of the Law on Job Creation, especially norms that deal with environment and sustainable development. Hermeneutical analysis, from the linguistic and phenomenological point of view, isused in order to find the meaning of law from the linguistic and historical point of view, and the nature of the State as the protector of citizens’ human right. The findings are divided into 3 points. First, in terms of the process, this law is a tactical and political response from decision makers to complex and dynamic situations that can in fact lead to complicated derivative problems if the responses are not based on a framework based on the principles and basic values of the state. Dealing with the growth agenda in SDGs, the Law on Job Creation still calls into question whether the Law enshrines the easiness of business and full employment and decent work as human rights obligations of the state, or merely as benefits of economic growth. So it still presents both opportunities for human rights monitoring and accountability.</p> <p> </p> <p><strong><em>Keywords</em></strong><strong>:</strong> Omnibus Law, Job Creation, Sustainable Development Goals</p> <p> </p> <p><strong>Abstrak</strong>:Tulisan ini mencoba untuk memahami Omnibus Law Cipta Kerja dalam kaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Goals/SDGs) sebagai suatu aspek dari perlindungan HAM yang merupakan tanggung jawab negara. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian ilmu hukum normatif menggunakan analisa lingkar hermeneutika. Obyek utamanya adalah norma dalam Undang-undang Cipta Kerja dan peraturan perundang-undangan terkait yang telah diubah, ditambahkan atau digantikan oleh undang-undang ini. Norma yang dikaji dimuat dalam pasal-pasal Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya aturan-aturan mengenai lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Analisa hermeneutika dari sudut pandang bahasa dan fenomologi, digunakan dengan maksud untuk menemukan makna hukum dari aspek linguistik dan sejarah, serta hakekat Negara sebagai pelindung HAM warga negaranya. Hasil temuan dalam kajian ini dibagi dalam tiga poin. Pertama, dalam hal proses, undang-undang ini merupakan respon penentu kebijakan yang bersifat taktis dan politis terhadap situasi yang kompleks dan dinamis yang pada kenyataannya justru membawa pada permasalahan derifativ yang kompleks jika tindakan pemerintah tersebut tidak didasarkan pada kerangka kerja yang menjadi prinsip-prinsip dan nilai-nilai fundamental Negara. Mengacu pada agenda SDGs, Undang-Undang Cipta Kerja perlu untuk dikaji lebih dalam apakah aturan-aturan di dalamnya memperkuat kemudahan usaha dan kewajiban negara menjamin hak asasi pekerja secara penuh, atau hanya bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi. Hal ini masih memberikan kesempatan untuk pengawasan HAM dan akuntabilitas.</p> <p><strong><em>Kata Kunci</em></strong><em>: Omnibus Law, Cipta Kerja, Sustainable Development Goals</em></p>2021-01-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2021 Jurnal Dinamika HAM (Journal of Human Rights)https://journal.ubaya.ac.id/index.php/JDH/article/view/2953CONSIDERING THE BASIC BENEFITS OF OMNIBUS LAW FOR PEOPLE2024-11-20T17:06:52+00:00Muchamad Taufiqmuchamadtaufiq1009@gmail.com<p><strong><em>Abstract:</em></strong>The purpose of this research is to know if omnibus law is needed today in Indonesia, and how it is likely to impact the Omnibus Law on copyright employment. The benefits of this research are theoretically expected to provide a rationale that is cognitive beneficial to develop legal sciences, especially omnibus law from the perspective of human rights in relation to sustainable development. We know after the inclusion of the Omnibuslaw draft Act, wave demonstration of labor to refuse to occur almost across the country. There are chapters that are expected to be increasingly afflicted workers and give advantage to entrepreneurs because the reason of investment is seen as a form of regulation that is not party to the people, suppress domestic labor and provide opportunities for foreign workers. The research uses the of approach and Conceptual Approach. This research uses the source of primary legal material that is legislation and the source of secondary legal material in the form of books and texts of legal. The results of this study demonstrate omnibus law is a fundamental step and simplify the various rules into a single large rule that overcomes all matters so that it does not overlap in its settings. Applying the omnibus law is a heavy choice so that the interests of the people must get adequate place.</p> <p> </p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong><em> Omnibus Law, Labor, constitutional rights</em></p> <p><em> </em></p> <p><em><strong>Abstrak</strong></em><em>: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah omnibus law dibutuhkan di Indonesia saat ini, dan bagaimana dampaknya terhadap hak pekerja. Manfaat dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan pemahaman rasional berupa manfaat kognitif untuk pengembangan ilmu hukum, khususnya omnibus law dari perspektif HAM dalam hubungannya dengan pembangunan berkelanjutan. Kita semua tahu RUU Ombinus Law menyebabkan gelombang demonstrasi buruh menolak RUU tersebut hampir di seluruh pelosok negeri. Terdapat beberapa bab yang diharapkan menambah penderitaan pekerja dan memberika keuntungan kepada pengusaha sebab investasi menjadi satu alasan yang terlihat dalam regulasi tersebut yang tidak berpihak pada masyarakat, menekan pekerja domestic dan memberikan kesempatan kepada pekerja asing. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum primer dan sekunder. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa omnibus law merupakan langkah yang fundamental dan langkah yang dimaksudkan untuk menyederhanakan kompleksitas peraturan perundang-undangan yang mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul mencegah tumpang tindih regulasi. Penerapan omnibus law adalah pilihan berat untuk dapat menjamin kepentingan masyarakat secara adil.</em></p> <p><em> <strong>Keywords: </strong>Omnibus Law, Buruh, Hak Konstitusional</em></p>2021-01-29T03:18:34+00:00Copyright (c) 2021 Jurnal Dinamika HAM (Journal of Human Rights)https://journal.ubaya.ac.id/index.php/JDH/article/view/3964OMNIBUS LAW - JOB CREATION LAW IN HUMAN RIGHTS PERSPECTIVE2024-11-20T17:06:35+00:00suhariwanto - -hari_lawfirm22@yahoo.com<p><strong>Abstract:</strong> The Omnibus Law, The Job Creation Law, which was passed on October 5, 2020, is a law that contains 11 (eleven) clusters. One of the 14 (fourteen) clusters is the Employment cluster, which is included in Chapter IV. The purpose of enacting this Job Creation Law was to improve the investment or business climate, starting from MSMEs, Regional-owned Enterprises, State-owned Enterprises, and large-scale industries so that they can grow and develop together in order to accommodate more jobs, improve the quality of the workforce, and protect thelabourforce. The objectives can be seen from the juridical preamble of article 27 paragraph (2) of the 1945 Constitution and article 33 of the 1945 Constitution as well as the factual considerations of letters (a) to (f) "sociolegal spirit" which is the basis for the enactment of the Omnibus Law ofJob Creation is also in line with the principles that are upheld in human rights, especially regarding "Social and Economic Right", as the basic needs of workers or labourers.</p> <p> </p> <p><strong><em>Keyword</em></strong><em>: Omnibus Law of Job Creation and Human Rights.</em></p> <p><em> </em></p> <p><strong>Abstrak</strong>: Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, yang telah di sahkan pada tanggal 5 Oktober 2020, merupakan undang-undang yang materi muatannya berisi 11 ( sebelas ) klater. Dari 14 ( empat belas ) klater tersebut, salas satunya adalah klater Ketenagakerjaan, yang dimuat dalam Bab IV. Tujuan membentukan UU Cipta kerja ini untuk meningkatakan iklim investasi atau usaha, mulai dari UMKM, BUMD, BUMN dan Industri berskala besar supaya dapat bertumbuh, berkembang secara bersama-sama , sehingga dapat menampung lebih banyak lapangan kerja, disertai peningkatan kualitas tenaga kerja dan perlindungan tenaga kerja. Tujuan ini dapat dilihat dari konsideran Yuridis pasal 27 ayat ( 2 ) UUD 1945 dan pasal 33 UUD 1945 maupun konsideran factual huruf ( a )sampai dengan ( f ) “ <em><strong>sosiolegal spirit</strong></em> “ yang menjadi landasan pijak pembentukan Omnibus Law Cipta Kerja tersebut juga sejalan dengan prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi dalam Hak – Hak Asasi Manusia, utamanya tentang “ <em><strong>Social and Economic Right “</strong></em>, sebagi kebutuhan dasar para pekerja atau buruh.</p> <p><strong><em>Keyword</em></strong><em> : Omnibus Law Cipta Kerja dan Hak Asasi Manusia .</em></p>2021-01-29T03:21:15+00:00Copyright (c) 2021 Jurnal Dinamika HAM (Journal of Human Rights)