INDEPENDENSI KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Abstract
Abstract—This study aims to analyze the independence of the Attorney General's Office in the constitutional system in Indonesia. The research method used in this study is a normative juridical method with a statutory, conceptual, historical, and comparative approach. The results of this study indicate that the Attorney General of the Republic of Indonesia does not have institutional independence in the state administration system in Indonesia. This is because the Prosecutor's Office is a government institution or in other words it is under executive power. In addition, the provisions of Article 19 paragraph (2) of Law Number 16 of 2004 concerning the Attorney General of the Republic of Indonesia also state that the Attorney General is appointed and dismissed by the President. In this case the President has absolute power over the position of Attorney General. If the performance of the Attorney General is contrary to the interests of the President, then the President can dismiss him unilaterally. To address the issue of the independence of the Attorney General's Office, the Attorney General's Office must be positioned as an independent state institution (state auxiliary organ) so that the Attorney General's Office can be free from intervention by any party.
Keywords: attorney general's office, independence, power restrictions
Abstrak—Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis independensi Kejaksaan Agung dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang- undangan, konseptual, historis, dan komparatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kejaksaan Agung Republik Indonesia tidak memiliki independensi secara institusional dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Hal ini dikarenakan Lembaga Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan atau dengan kata lain berada di bawah kekuasaan eksekutif. Selain itu, ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga menyatakan bahwa Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Dalam hal ini Presiden memiliki kekuasaan yang absolut terhadap kedudukan Jaksa Agung. Apabila kinerja Jaksa Agung berlawanan dengan kepentingan Presiden, maka Presiden dapat memberhentikannya secara sepihak. Untuk mengatasi persoalan independensi Kejaksaan Agung, maka Kejaksaan Agung haruslah diletakkan sebagai lembaga negara independen (state auxiliary organ) sehingga Kejaksaan Agung dapat terbebas dari intervensi pihak manapun.
Kata kunci: Kejaksaan Agung, Independensi, Pembatasan Kekuasaan
Downloads
References
Acton, L. (1887). Letter to Bishop Mandell. Creighton.
Asshiddiqie, J. (2006). Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.
Asshiddiqie, J. (2008). Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Asshiddiqie, J. (2020). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (2nd ed.). Jakarta: Sinar Grafika. detikNews. (2015, January 26). SBY Bentuk Tim 8 dan Jokowi Tim 7, Bagaimana Hasil Akhirnya? detikNews. https://news.detik.com/berita/d-2813799/sby-bentuk-tim-8-dan-jokowi-tim-7- bagaimana-hasil-akhirnya
Hanggoro, H. T. (2021).Historia.id. Penyingkiran Jaksa Agung Soeprapto. https://historia.id/politik/articles/penyingkiran-jaksa-agung-soeprapto-v2914/page/4
Kejaksaan Republik Indonesia. (2022). Sejarah. Kejaksaan Agung. https://www.kejaksaan.go.id/pages/sejarah
Pujianti, S. (2021, November 30). Sejumlah Aktivis Persoalkan Independensi Kejaksaan | Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Mahkamah Konstitusi RI. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17827
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 61/PUU-XIX/2021. (2021).
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Suhartini. (2019). Demokrasi dan Negara Hukum (dalam Konteks Demokrasi dan Negara Hukum Indonesia). Jurnal De Jure, 11(1).
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 1961.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Yahya, l. D. (2004). Mengadili Menteri, Memeriksa Perwira: Jaksa Agung Soeprapto dan Penegakan Hukum di Indonesia Periode 1950-1959. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
- Articles published in CALYPTRA are licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International license. You are free to copy, transform, or redistribute articles for any lawful purpose in any medium, provided you give appropriate credit to the original author(s) and the journal, link to the license, indicate if changes were made, and redistribute any derivative work under the same license.
- Copyright on articles is retained by the respective author(s), without restrictions. A non-exclusive license is granted to CALYPTRA to publish the article and identify itself as its original publisher, along with the commercial right to include the article in a hardcopy issue for sale to libraries and individuals.
- By publishing in CALYPTRA, authors grant any third party the right to use their article to the extent provided by the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International license.